Cari

Contoh Surat Pengakuan Hutang

Contoh Surat Pengakuan Hutang

Surat Pengakuan Hutang adalah dokumen tertulis yang digunakan untuk mengakui adanya hutang piutang antara dua pihak, di mana pihak yang berutang mengakui dan menyetujui jumlah hutang yang harus dibayar kepada pihak lain.

Contoh Surat

[Alamat Pengirim]
[Tanggal]

[Alamat Penerima]

Perihal: Pengakuan Hutang

Yang terhormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama: [Nama Lengkap]
Alamat: [Alamat Lengkap]
Nomor identitas: [Nomor Identitas]
Telepon: [Nomor Telepon]

Dengan ini, dengan sukarela dan sepenuh kerelaan hati, saya mengakui dan menyatakan bahwa:

Saya, [Nama Lengkap], telah menerima jumlah hutang sebesar [Jumlah Hutang dalam Angka] (Rp [Jumlah Hutang dalam Huruf]) dari [Nama Pemberi Hutang] pada tanggal [Tanggal Pemberian Hutang], yang dijadwalkan untuk pelunasan pada tanggal [Tanggal Pelunasan Hutang].

Saya memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk melunasi hutang tersebut tepat waktu dan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Saya menyadari bahwa kegagalan saya untuk memenuhi kewajiban tersebut dapat berdampak pada hubungan baik antara kedua belah pihak.

Saya juga setuju dan bersedia untuk membayar semua biaya dan bunga atas hutang yang belum dilunasi sesuai dengan kesepakatan awal.

Saya membuat pengakuan ini dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Saya siap menerima segala konsekuensi hukum yang mungkin timbul jika saya tidak melunasi hutang sesuai dengan perjanjian.

Demikian surat pengakuan hutang ini saya buat dengan sebenarnya dan atas tanggung jawab pribadi saya.

Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

[Nama Lengkap]
[Tanda tangan]

Harus diperhatikan

Dalam membuat Surat Pengakuan Hutang, hal yang perlu diperhatikan adalah menyebutkan jumlah hutang yang harus dibayar, waktu jatuh tempo pembayaran, dan tanda tangan dari pihak yang berhutang sebagai bukti kesepakatan tersebut.

Harus dihindari

Dalam membuat Surat Pengakuan Hutang, hendaknya dihindari penggunaan kata-kata yang ambigu atau tidak jelas serta cenderung untuk mengurangi tanggung jawab atas hutang yang diakui, agar menghindari kesalahpahaman di masa mendatang. Selain itu, sebaiknya dihindari juga penggunaan frasa atau kalimat yang merugikan salah satu pihak terkait secara tidak adil atau melanggar prinsip kejujuran dan keadilan.

Instansi terkait

  1. Bank Indonesia
  2. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI)
  3. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB)
  4. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
  5. Lembaga Manajemen Risiko & Otoritas Jasa Keuangan Syariah (LMR&OJK Syariah)